Bila dikatakan kepada mereka:janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, mereka menjawab:”sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itu orang-orang
membuat yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar
(Q.S. Al-baqarah,
2:11-12.
Salah satu faktor lahirnya egoism
dalam diri setiap anak manusia di sebabkan sifat tamak, selalu merasa diri
paling benar, serta merasa yang terbaik di lingkungan di mana dia tinggal.
Tidak pernah dia mau bercermin, bahwa manusia adalah makhluk dhaif dan tidak
sempurna, dan ketidak sempurnaan itu sendiri sebagai fitrah agar manusia saling
menghormati antara satu dengan yang lainnya.
Karena ketamakan itu adalah sesuatu yang tidak mempunyai batas,
maka tidak ada yang kuasa untuk menentang seseorang manakala ketamakan
menjadi jati dirinya. Tidak terkecuali apakah dia seorang pejabat, penguasa,
tokoh masyarakat, bahkan ulama yang awalnya di banggakan umat, maupun rakyat
biasa. Barangkali awalnya mereka begitu benci dan menentang egoisme serta
perilaku tamak yang terjadi di tengah masyarakatnya, akan tetapi besok atau
lusa bukan mustahil dia menjadi budak ketamakan itu. Kenyataan itu acap kali
terjadi tanpa mereka sadari. Bahkan terkadang terjadi dengan sendirinya,
sebagaimana anak-anak yang tidak pernah puas dengan mainannya.
Pada mulanya mereka mengira dengan satu saja sudah sangat senang. Akan
tetapi setelah satu mereka dapatkan dan darah masih mengalir dalam tubuhnya,
maka mereka berupaya mendapatkan dua, kemudin berpikir bagaimana agar bisa
mendaptkan tiga dan seterusnya. Awalnya mereka sangat bersyukur kalau sudah
mendapatkan yang kecil . tetapi manakala yang kecil sudah di peroleh , maka
mereka menginginkan yang besardan semakain besar. Mereka mengira bahwa warna
kuning saja sudah senang, namun begitu memperolehnya ingin juga warna yang
merah , warna biru, warna ungu dan akhirnya ingin yang beraneka warna, hingga
ingin semuanya. Semuanya!
Batas kepuasan
Begitulah perilaku yang acap kali menghinggapi diri anak manusia yang
selalu tidak pernah puas dengan apa yang sudah di perolehnya. Dan
keatidakpuasan itu pulalah yang seringkalimenjebak mereka ke dalam
perilaku yang tercela, khianat, serta akhirnya dapat menghalalkan segala cara
guna meraih yang di inginkannya. Tanpa peduli dengan berpuluh, bahkan beratus
topeng yang digunakan ketidakpuasan selalu meraka perturutkan, sebagaimana
firman Allah SWT:”
Dan
seandainya jika kami bukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu)
langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya”. (Q.S. Al-hijr 15:14).
Bagaimana pun kekuasaan dan harta adalah sesuatu yang menjadi dambaan
hampir seluruh orang, paling tidak meraka ingin hidup berkecukupan. Namun pada
saat keinginginan itu terpenuhi, sering kali mereka terbius dalam lautan madu
kehidupan,sehingga membuatnya terjerumus lalu tenggelam dan lupa jalan kembali.
Padahal Allah telah mengingatkan , bahwa:”kehidupan dunia hanya senda gurau.
Dan sungguh kampung akhirat itu jauhlebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
tidaklah kamu memahaminya.(Q.S.Al-an`am 6:32)
Namun begitulah , banyak di antara manusia yang memang tidak mau memahami
. meski telah banyak contoh yang di perlihatkan Allah SWT. Termasuk di
antaranya berbagai musibah yang saat ini mendera beberapa pejabat di tanah air
kita. Mereka selama ini di indikasikan menjalankan roda kekuasaan dengan arogan dan tamak, sehingga
mempunyai kekayaaan yang jauh melampaui pendapatannya setiap bulan sebagai abdi
negara.
Andaikan diantara mereka berdalih sebagai harta hibah tentunya kita bertanya dengan jujur:”adakah hibah di berikan kepada
seorang pejabat tertentu kalau tidak ada embel-embel yang di harapkan ?”
terlebih lagi bila pejabat itu bukan keluarga dekat. Karena itu jelas, bahwa pemberian hibah mempunyai indikasi negatif, ada
udang di balik batu, yang akhirnya menjebak sang pejabatuntuk menggadaikan idealismenya.
Awalnya mungkin sedikit dan tersamar, namun lama kelamaan menjadi sebuah
tuntunan, sehingga akhirnya di tidak pernah merasa puas dan menjadi demikian
tamak , sampai akhirnya dia tersentak saat jabatannya telah berakhir, atau
disingkirkan.
Manakala batas jabatan, kekuasaan atau kedigjayaan telah sampai, maka
orang-orang dulu yang menghormati serta membanggakannya sudah bersikap masa
bodoh, bahkan membuang muka. Sementara harta yang di kumpulkan mulai
berkurangguna mengobati penyakit yang mulai merejang tubuh. Saat itu baru dia
menyadari bahwa kekeliruan yang dilakukan ,dan ternyata harta atidak
menjamin untuk memberikan kesenangan.
Dampak lain dari egoisme diri dan ketamakan juga mempunyai imbas negatif
pada keluarga dan anak keturunan yang tersisih serta menjadi bahan cemooh orang
di sekitarnya. Mereka akan merana dalam perjalanan hidup dengan mambawa beban
dosa yang dilakukan orang tuanya, sampai akhirnya malaikat maut menyentakkan
nyawanya dan bukan mustahil dalam kondisi yang mengenaskan.
Sejarah telah mengisahkan, bagaimana Namrud bin Kan`an yang sangat
sombong itu berkuasa, hingga akhirnya dia mengaku dirinya tuhan yang dapat
menghidupkan dan mematikan. Tapi ternyata dia tidak mampu membunuh seekor
nyamuk sekalipun. Terbukti dengan Allah mengazabnya dengan seekor nyamuk yang
masuk kedalam hidungnya, sehingga dia amat kesakitan, lalu memukuli kepalanya
sendiri sampai mati dalam keadaan mengenaskan (tafsir ibnu katsir
Karena itu selayaknya kita menyadari, bahwa egoisme diri dan kesombongan
karena berkuasa serta hidup bergelimangan kemewahan yang berlimpah
akhirnya bisa membawa kepada kesengsaraan. Bahwa semuanya itu hanya kenikmatan
sesaat yang pada waktu tertentu akan di tinggalkan dan pada saat itu mereka
akan berkata:”hartaku……..,
harta!”adakah bagimu hartamu, kecuali yang sudah kamu makan lalu lenyap,yang
kamu pakai kemudian kumal dan yang kamu sedekahkan terus berlalu. Selain
darii tu semua akan di tinggalkan untuk orang lain.(Al-hadist)
Sumber:
Uswatun Hasanah 2017